DHARMASRAYA - Memasuki enam belas tahun usia Dharmasraya, mulai muncul kegalauan, mengapa kabupaten ini diberi nama Dharmasraya. Mengapa tidak mengambil nama induknya seperti dua saudara kembarnya, yaitu Solok Selatan yang berarti bagian atau pecahan Kabupaten Solok yang posisinya berada di sebelah selatan kabupaten induknya. Demikian juga dengan Kabupaten Pasaman Barat yang juga membawa nama kabupaten induknya Pasaman.
"Seingat saya, dulu zaman kita berupaya memekarkan kabupaten, ada sejumlah nama yang disiapkan, antara lain Kabupaten Seiliran Batanghari, ada juga yang usul Kabupaten Sijunjung Selatan dan lain lain. Namun tiba tiba ada usulan nama Dharmasraya dan kemudian bisa diterima semua pihak," ujar H. Abdul Haris Tuanku Sati, Rajo Pulau Punjung yang sekaligus juga sebagai pelaku sejarah pemekaran Kabupaten Sawahlunto Sijunjung menjadi Kabupaten Dharmasraya dalam sebuah diskusi ringan di rumah dinas Bupati Dharmasraya, Kamis (15/8/19).
Pada waktu itu, rajo Pulau Punjung hanya mengetahui secara sekilas tentang Dharmasraya. Menurutnya, Dharmasraya itu adalah nama kerajaan yang berpusat di wilayah Sijunjung bagian selatan, atau di seputaran Siluluak Sungai Lansek. "Kurang lebih sebatas itu," kata Ketua LKAAM Kabupaten Dharmasraya ini. Hal senada juga diungkapkan rajo Siguntur Sutan Hendri Tuanku Bagindo Ratu yang kini menjadat sebagai Kepala Dinas Parbudpora Kabupaten Dharmasraya.
Kini setelah kabupaten kaya sumberdaya alam ini berusia 16 tahun, asal usul nama Dharmasraya kembali dipertanyakan. Belakangan, sekelomook anak muda, termasuk Bupati Sutan Riska Tuanku Kerajaan menggali sejarah tentang ekspedisi Pamalayu. Berbagai literatur dikaji dan didiskusikan secara informal, hingga sekelompok anak muda itu yakin, bahwa nama Dharmasraya itu memiliki sejarah besar terkait dengan strategi mempersatukan nusantara dan juga mengandung nilai nilai luhur perjuangan bangsa.
Untuk menggali nilai nilai luhur dan ragam budaya Dharmasraya, Pemkab Dharmasraya menginisiasi penyelenggaraan festival pamalayu. Festival pamalayu dikonsep menjadi festival terakbar di Provinsi Sumatera Barat. Diselenggakan selama tiga bulan lebih, dimulai dari pelaksanaan ekspedisi Pamalayu di abad pertengahan 22 Agustus dan akan berakhir pada puncak ulang tahun Kabupaten Dharmasraya.
Menurut Sutan Riska Tuanku Kerajaan, festival Pamalayu merupakan rangkaian kegiatan untuk menggali, mengkaji dan memanfaatkan sejarah Kabupaten Dharmasraya untuk mencapai kesejahteraan rakyat. Penggalian sejarah dilaksanakan dengan berbagai metoda, antara lain dengan menggelar lomba penulisan, poto dan pembuatan vlog terkait dengan sejarah Dhamasraya dan ekspedisi Pamalayu. "Siapa saja, pihak mana saja yang mengetehui sejarah Dharmasraya, mari kita ikuti lomba ini, sehingga kita akan memiliki referensi lengkap tentang Dharmasraya," kata bupati termuda ini.
Tahap selanjutnya adalah pengkajian, dimana serangkaian tulisan, serangkaian referensi akan dikaji oleh pakar pakar sejarah, baik regional maupun internasional. Kajian ini akan dilengkapi dengan penggalian bukti bukti otentik yang kini tengah dikumpulkan oleh para arkeolog dan peneliti kepurbakalaan. "Jadi ceritera Dharmasraya yang bakal lahir akan dilengkapi dengan kajian sejarah dan bukti arkeologi. Dengan demikian bisa kita pertanggngjawabkan secara empirik dan secara akademik," kata bupati peraih satya lencana pembangunan dari negara ini.