DHARMASRAYA - Benarkah pemahaman sejarah tentang ekspedisi Pamalayu dipersepsikan sebagai sebuah penaklukan Jawa atas Sumatra. Tampaknya, inilah yang membuat para sejarawan dan arkeolog resah. Mereka menuding para ilmuwan belanda yang menjari biang keladi pemahaman tersebut. Padahal, sejauh ini hasil penelitian belum pernah menemukan bukti otentik yang mendukung bahwa ekspedisi Pamalayu adalah penaklukan Jawa atas Sumatra.
Keresahan sejarawan dan arkolog terkemuka itu secara eksplisit muncul dalam seminar bertajuk menyingkap tabir sejarah Dharmasraya. Seminar yang disponsori oleh Pemkab Dharmasraya dan Majalah Tempo itu digelar di Museum Nasional Kamis (22/8/19). Dengan menunjukkan bukti temuan sejarah berupa patung amoghapasa dan Bhairawa, Bambang Budi Utomo, seorang peneliti senior arkeologi secara terang terangan menyebut, sampai saat ini belum ditemukan bukti mendukung yang menguatkan bahwa ekspedisi Pamalayu adalah merupakan penaklukan Jawa atas Sumatra.
Menurut Bambang Budi Utomo, ekspedisi Pamalayu adalah sebuah perjalanan muhibah yang dilakukan kerajaan Singhasari di Jawa Timur ke Kerajaan Swarnabhumi yang terjadi di abad pertengahan. Kala itu Prabu Kertanegara dari Singhasari memerintahkan sebah ekspedisi ke Tanah Malayu dengan membawa patung amoghapasa. Sepaket dengan archa itu, Prabu Kertanegara mengirm surat, bahwa patung amoghapasa itu merupakan hadiah darinya untuk didirikan di Dharmasraya sebagai simbul persahabatan agar rakyat Swarnabhumi bersukacita karenanya.
Hal senada juga dikemukakan oleh Wenri Wanhar dari perkumpulan Wangsamudra. Menurut sejarawan yang mahir berbahasa Minang ini, kesmpulan bahwa ekspedisi Pamalayu merupakan bentuk penakkukan Jawa atas Sumatra dilakukan oleh seorang lmuwan belanda. Dia menuding, Belanda sengaja memutarbalikkan sejarah untuk memuluskan paksanaan politik pecah belah di tanah air.
Menurut Wenri Wanhar, ekspedisi Pamalayu merupakan wujud politik luar negeri Prabu Kertanegara untuk membangun kekuatan dalam rangka menghambat pengaruh Mongolia ke nusantara. Sejak semula, kerajaan Singhasari telah dbayang bayangi dengan invasi pasukan Mongol dibawah raja Kubhilaikan. Oleh karena itu, Prabu Kertanegara membangun persahabatan dengan raja raja di Sumatra yang kala itu lebih dikenal dengan sebutan tanah Malayu.